Rabu, 26 November 2014

Ini Sejarah Hijab

Hijab Stories



Hijab atau Jilbab masih sebatas sebagai fungsi teknis, artinya baru sebatas sebagai sebuah benda yang memiliki fungsi untuk menutupi bagian tubuh yang dilarang untuk dilihat oleh orang lain, untuk menghindari maksiat bagi yang melihat( Al ~ Qur’an surat Al – Ahzab (33): 59). Kemudian fungsi Hijab atau Jilbab tidak hanya sebatas sebagai fungsi teknis saja. Karena dalil tidak sebatas itu dalam memerintah, akan tetapi Hijab atau Jilbab juga sebagai sebuah identitas bagi si pemakainya. akibatnya masyarakat Arab yang memakai Hijab atau Jilbab sesuai syariat memiliki identitas sosial baru, yaitu sebagai seorang wanita muslim yang dihormati dan lelaki segan dan tidak menggangu, demikianlah catatan sejarah berkata. Sehingga jika Hijab atau Jilbab dikaitkan sebagai sebuah identitas sosial kaitanya dengan keagamaan, maka pembacaan Hijab atau Jilbab berkembang lagi, tidak hanya sebatas teknofak, dan sosiofak akan tetapi fungsi ideofak otomatis juga melekat karena Hijab atau Jilbab adalah bagian dari syariat agama islam, yang tak lain islam sebagai sebuah ideologi bagi sebagaian manusia dimuka bumi ini.


Abad ke 7 adalah abad dimana awal perintah berhijab, dalam konteks abad ke 7 di semenanjung Arabia, kondisi sosial masyarakat jauh dari pengaruh peradaban dua imperium besar yaitu Romawi dan Persia. Hijab sebagai sebuah hasil pemahaman atas dalil agama juga belum mengalami perubahan akibat pengaruh dua pusat kebudayaan dan masih sesuai dengan makna, dan ketentuanya, yang dimaksud disini sesuai dengan dalil adalah Hijab berarti: kain penutup kepala sehingga kain menjulur hingga dada. Hal ini dapat ditarik sebuah pengertian bahwa masyarakat pendukung kebudayaan Hijab pada awalnya masih memegang teguh ketentuan-ketentuan dalil tentang Hijab, dan belum terfikirkan untuk merubah makna Hijab. Pasca islam pada abad ke 9-12 mengalami perkembangan dan persebaran mengalami akulturasi dengan kebudayaan lainya, misalnya di sebagaian Negara timur-tengah berkembang model Hijab dengan cadar, burqa, dan niqop.

Pada abad 19 di Jawa, masih sedikit masyarakat yang memakai Kerudung atau Hijab sesuai ketentuan dalil, hanya sebatas selendang yang diselampirkan di kepala, hal ini sebagaian berpendapat bahwa, hal ini sebagai dampak pola penyebaran agama islam yang dilakukan oleh Wali Songo, yang sangat toleran dengan budaya lokal, sehingga pada waktu itu Wali Songo baru menyampaikan masalah Teologis belum sampai pada masalah fiqih.

Dari semua proses dari awal pemahaman manusia atas dalil agama yang menyebutkan keharusan berkerudung/berhijab, hingga abad selanjutnya dalam proses perubahan Kerudung/Hijab/Jilbab dapat dimaknai bahwa manusia pendukung budaya materi Kerudung/Hijab/Jilbab memiliki pola fikir pada dimensi Kerudung/Hijab/Jilbab sebagai sebuah benda materi sacral, karena ini adalah perintah Alloh, sehingga tidak ada inovasi yang berarti, jika ada hal ini disebabkan karena factor-faktor yang sebenarnya bukan melenceng dari anggapan kesakralan itu sendiri, ini hanya terkait dengan factor teknis saja, belum beranjak pada masalah pergeseran ideologi.


Oleh karenya, berhijab harus ditanamkan dalam hati kita sebagai suatu keharusan bagi wanita muslimah yang senantiasa mengingat Allah. Bukan hanya sebagai gaya dalam berpakaian .. ! :)


#Sumber : Kerudung.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar